Makalah Sejarah Dakwah Wali Songo - Download Makalah Agama Islam Gratis File Docx
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyebaran
dan perkembangan Islam di Nusatara dapat dianggap sudah terjadi pada tahun-tahun
awal abad ke-12 M. Berdasarkan data yang telah diteliti oleh pakar antropologi dan
sejarah, dapat diketahui bahwa penyiaran Islam di Nusantara tidak bersamaan
waktunya, demikian pula kadar pengaruhnya berbeda-beda di suatu daerah.
Berdasarkan konteks sejarah kebudayaan Islam di Jawa, rentangan waktu abad
ke-15 sampai ke-16 ditandai tumbuhnya suatu kebudayaan baru yang menampilkan
sintesis antara unsur kebudayaan Hindu-Budha dengan unsur kebudayaan Islam.
***
Download Makalah Sejarah Dakwah Wali Songo
***
Kebudayaan
baru di dalam kepustakaan antara lain dikenal sebagai kebudayaan masa
peeralihan. Berdasarkan temuan bukti-bukti arkeologis Islam di daerah pantai
dan pedalaman menunjukan bahwa apa yang digambarkan sebagai kebudayaan tersebut
sebagaian besar adalah hasil kebudayaan Islam yang tumbuh dan berkembang
bersamaan waktunya pada masa kejayaan hingga surutnya kerajaan Majapahit dan
tumbuhnya Demak sebagai kesultanan Islam pertama di Jawa.
Islam
merupakan agama yang terbesar di Indonesia, lebih dari 80% penduduknya adalah
muslim. Kamu bisa bayangkan tuh, dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200
juta jiwa, pastilah umat Islam sangat banyak di negeri ini. Pantas saja kalau
Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Semua itu
tentu saja tidak lepas dari penyebar agama Islam di nusantara ini. Dan tentu
kamu sudah tahu siapa yang menyebarkan Islam di Indonesia. Ya, Wali Songo,
sekelompok da’i yang berjuang sampai Islam tegak di bumi Indonesia.
Istilah
walisongo adalah nama sebuah dewan yang beranggotakan 9 orang. Anggota
walisongo merupakan orang-orang pilihan dan oleh karena itu oleh orang jawa
dinamakan wali. Istilah wali berasal dari Aahasa Arab Aulia’ yang artinya orang yang dekat dengan Allah Swt karena
ketakwaannya. Sedangkan istilah songo merujuk kepada penyebaran agama Islam ke
segala penjuru. Orang jawa mengenal istilah kiblat papat limo pancer untuk
menggambarkan segala penjuru, yaitu utara-timur-selatan-barat disebut keblat
papat dan empat arah diantaranya ditambah pusat disebut limo pancer
Kesembilan juru dakwah ini oleh orang-orang Jawa dipandang sebagai orang suci
dengan panggilan wali, kekasih Allah. Orang-orang Jawa biasa menulis atau
menceritakan kisah para wali ini dengan bahasa yang indah dan penuh hormat
serta dengan uraian tentang peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan yang mereka
alami.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Bagaimana Sejarah Dakwah Walisongo?
2.
Seperti Apa Metode Dakwah Walisongo?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Dakwah Walisongo
Penyiar-penyiar agama islam yang
pertama, menurut sejarah keyakinan orang di Jawa adalah orang-orang keramat,
yang memunyai pengetahuan yang dalam, dan di samping itu memiliki keistimewaan yang berwujud kekuatan
gaib; orang keramat itu disebut “wali”. Kata Wali berasal dari Bahasa arab,
yang berarti “orang yang dipelihara ole allah dari berbuat ma‟siat”. Seorang
wali mendapat ilham yang berupa cahaya yang menyinari jiwanya yang memiliki kekuatan
luar biasa yang disebut keramat.
Wali-wali yang terkenal sebagai
penyiar agama islam yang pertama di Jawa, jumlahnya ada sembilan dan terkenal
dengan sebutan Wali Songo. Mereka itu adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Gunung
Jati, Sunan Drajat dan Sunan Muria. Sampai sekarang masih terdapat kepercayaan
yang kuat di kalangan orang Jawa, bahkan islam yang sebenarnya ialah islam yang
disiarkan oleh sembilan Wali itu. Para wali menjadi tokoh-tokoh legendaris
dalam masyarakat islam Jawa. Berkenaan dengan taktik berdakwah, ada dua aliran
di kalangan wali tersebut, yaitu aliran Sunan Giri dan aliran Sunan Kalijaga.
Abu Zahrah menulis :
“..... aliran yang dipelopori sunan Giri sangat ideal
dan berpendapat bahwa umat harus disuruh menjalankan agama yang lurus menurut
asalnya. Adat istiadat rakyat yang tidak sesuai dengan agama harus diberantas,
terutama adat istiadat atau kebiasaan agama Hindu-Budha. Sebaliknya, aliran
Sunan Kalijaga berpendapat bahwa rakyat akan lari bila terus begitu saja
dihantam pendiriannya... Da‟wah harus diselaraskan dengan kepercayaan lama.
Adapun cara merubahnya dengan sedikit demi sedikit, memberi warna baru pada
yang lama dan mengikuti sambil mempengaruhi”.
Dalam penyiaran Islam di Jawa,
walisongo dianggap sebagai kepala kelompok dari sejumlah besar mubalig Islam
yang mengadakan dakwah di daerah-daerah yang belum memeluk agama Islam. Mereka
adalah :
1) Sunan Gresik,
2) Sunan Ampel,
3) Sunan Giri,
4) Sunan Bonang,
5) Sunan Drajat,
6) Sunan Gunung Jati,
7) Sunan Kudus,
8) Sunan Kalijaga dan
9) Sunan Muria.
Namun masih terdapat perbedaan
pendapatdi kalangan ahli sejarah tentang nama-nama mereka yang termasuk
kelompok wali tersebut.
Adapun penjelasan tokoh-tokoh Walisongo adalah sebagai
berikut:
1. Sunan Gresik (Syekh
Maulana Malik Ibrahim)
Syekh
Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki, dia adalah seorang ahli tata negara
yang ulung. Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke pulau Jawa pada tahun 1404 M.
Jauh sebelum beliau datang, islam sudah ada walaupun sedikit, ini dibuktikan
dengan adanya makam Fatimah binti Maimun yang nisannya bertuliskan tahun 1082.
Dikalangan
rakyat jelata Sunan Gresik atau sering dipanggil Kakek Bantal sangat terkenal
terutama di kalangan kasta rendah yang selalu ditindas oleh kasta yang lebih
tinggi. Sunan Gresik menjelaskan bahwa dalam Islam kedudukan semua orang adalah
sama sederajat hanya orang yang beriman dan bertaqwa tinggi kedudukannya di
sisi Allah. Dia mendirikan pesantren yang merupakan perguruan islam, tempat
mendidik dan menggenbleng para santri sebagai calon mubaligh.
Di
Gresik, beliau juga memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat gresik
semakin meningkat. Beliau memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk
mengairi sawah dan ladang. Syekh Maulana Malik
Ibrahim seorang walisongo yang dianggap sebagai ayah dari walisongo. Beliau
wafat di gresik pada tahun 882 H atau 1419 M.
2. Sunan Ampel (Raden
Rahmat)
Raden
Rahmat adalah putra Syekh Maulana Malik
Ibrahim dari istrinya bernama Dewi
Candrawulan. Beliau memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren di
Ampel Denta, dekat dengan Surabaya. Di antara pemuda yang dididik itu tercatat
antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan pertama Kesultanan Islam
Bintoro, Demak), Raden Makdum Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri dan dikenal
sebagai Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), dan Maulana Ishak.
Menurut
Babad Diponegoro, Sunan Ampel sangat
berpengaruh di kalangan istana Manjapahit, bahkan istrinya pun berasal dari
kalangan istana Raden Fatah, putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit, menjadi
murid Ampel. Sunan Ampel tercatat sebagai perancang Kerajaan Islam di pulau
Jawa. Dialah yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak.
Disamping itu, Sunan Ampel juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun
1479 bersama wali-wali lain.
Pada
awal islamisasi Pulau Jawa, Sunan Ampel menginginkan agar masyarakat menganut
keyakinan yang murni. Ia tidak setuju bahwa kebiasaan masyarakat seperti
kenduri, selamatan, sesaji dan sebagainya tetap hidup dalam sistem
sosio-kultural masyarakat yang telah memeluk agama Islam. Namun wali-wali yang
lain berpendapat bahwa untuk sementara semua kebiasaan tersebut harus dibiarkan
karena masyarakat sulit meninggalkannya secara serentak. Akhirnya, Sunan Ampel
menghargainya. Hal tersebut terlihat
dari persetujuannya ketika Sunan Kalijaga dalam usahanya menarik
penganut Hindu dan Budha, mengusulkan agar adat istiadat Jawa itulah yang
diberi warna Islam. Dan beliau wafat pada tahun 1478 dimakamkan disebelah
masjid Ampel.
3. Sunan Bonang (Raden
Makdum Ibrahim).
Nama
aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putra Sunan Ampel. Sunan Bonang
terkenal sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid. Beliau dianggap sebagai pencipta
gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa
Timur. Setelah belajar di Psai, Aceh, Sunan Bonang kembali ke Tuban, Jawa
Timur, untuk mendirikan pondok pesantren. Santri-santri yang menjadi muridnya
berdatangan dari berbagai daerah.
Sunan
Bonang dan para wali lainnya dalam menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan
diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang
serta musik gamelan. Mereka memanfaatkan pertunjukan tradisional itu sebagai
media dakwah Islam, dengan menyisipkan napas Islam ke dalamnya. Syair lagu
gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah
SWT. dan tidak menyekutukannya. Setiap bait lagu diselingi dengan syahadatain
(ucapan dua kalimat syahadat); gamelan yang mengirinya kini dikenal dengan
istilah sekaten, yang berasal dari syahadatain. Sunan Bonang sendiri
menciptakan lagu yang dikenal dengan tembang Durma, sejenis macapat yang
melukiskan suasana tegang, bengis, dan penuh amarah. Sunan Bonang wafat di
pulau Bawean pada tahun 1525 M.
4. Sunan
Giri.
Sunan Giri merupakan putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi
Sekardadu putra Menak Samboja. Kebesaran Sunan Giri terlihat antara lain
sebagai anggota dewan Walisongo. Nama Sunana Giri tidak bisa dilepaskan dari
proses pendirian kerajaan Islam pertama di Jawa, Demak. Ia adalah wali yang
secara aktif ikut merencanakan berdirinya negara itu serta terlibat dalam
penyerangan ke Majapahit sebagai
penasihat militer.
Sunan Giri atau Raden Paku dikenal sangat dermawan, yaitu dengan membagikan
barang dagangan kepada rakyat Banjar yang sedang dilanda musibah. Beliau pernah
bertafakkur di goa sunyi selama 40 hari 40 malam untuk bermunajat kepada Allah.
Usai bertafakkur ia teringat pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk
mencari daerah yang tanahnya mirip dengan yang dibawahi dari negeri Pasai
melalui desa Margonoto sampailah Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya
sejuk, lalu dia mendirikan pondok pesantren yang dinamakan Pesantren Giri.
Tidak berselang lama hanya daam waktu tiga tahun pesantren tersebut terkenaldi
seluruh Nusantara. Sunan Giri
sangat berjasa dalam penyebaran Islam baik di Jawa atau nusantara baik
dilakukannya sendiri waktu muda melalui berdagang tau bersama muridnya. Beliau
juga menciptakan tembang-tembang dolanan anak kecil yang bernafas Islami,
seperti jemuran, cublak suweng dan lain-lain.
5. Sunan
Drajat.
Nama aslinya adalah Raden Syarifudin. Ada suber yang lain yang mengatakan
namanya adalah Raden Qasim, putra Sunan Ampel dengan seorang ibu bernama Dewi
Candrawati. Jadi Raden Qasim itu adalah saudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan
Bonang). Oleh ayahnya yaitu Sunan Ampel, Raden Qasim diberi tugas untuk
berdakwah di daerah sebalah barat Gresik, yaitu daerah antara Gresik dengan
Tuban.
Di desa Jalang itulah Raden Qasim mendirikan pesantren. Dalam waktu yang
singkat telah banyak orang-orang yang berguru kepada beliau. Setahun kemudian
di desa Jalag, Raden Qasim mendapat ilham agar pindah ke daerah sebalah selatan
kira-kira sejauh satu kilometer dari desa Jelag itu.
Di sana beliau mendirikan
Mushalla atau Surau yang sekaligus dimanfaatkan untuk tempat berdakwah. Tiga
tahun tinggal di daerah itu, beliau mendaat ilham lagi agar pindah tempat ke
satu bukit. Dan di tempat baru itu belaiu berdakwah dengan menggunakan kesenian
rakyat, yaitu dengan menabuh seperangkat gamelanuntuk mengumpulkan orang,
setelah itu lalu diberi ceramah agama. Demikianlah kecerdikan Raden Qasim dalam
mengadakan pendekatan kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat sebagai
media dakwahnya. Sampai sekarang seperangkat gamelan itu masih tersimpan dengan
baik di museum di dekat makamnya.
6. Sunan
Kalijaga.
Nama aslinya adalah Raden Sahid, beliau putra Raden Sahur putra Temanggung
Wilatika Adipati Tuban. Raden Sahid sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat
kepada agama dan orang tua, tapi tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang
terjadi banyak ketimpangan, hingga dia mencari makanan dari gudang kadipaten
dan dibagikan kpeada rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu
tangannya dicampuk 100 kali sampai banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir selain mengembara, ia bertemu orang berjubah putih, dia
adalah Sunan Bonang. Lalau Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruh
menunggui tongkatnya di depan kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh
tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid disebut Sunan Kalijaga.
Sunan kalijaga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara
lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur
kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik
perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah
tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun, karena pada awalnya mereka
tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh
seniman wayang. Ia itdak pernah meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian wayang masih dipetik dari cerita
Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disispkan ajaran agama dan
nama-nama pahlawan Islam.
7. Sunan Kudus (Ja’far Sadiq).
Sunan Kudus menyiarkan agama
Islam di daerah Kudus dan sekitarnya. Beliau memiliki keahlian khusus dalam
bidang agama, terutama dalam ilmu fikih, tauhid, hadits, tafsir serta logika.
Karena itulah di antara walisongo hanya ia yang mendapat julukan wali
al-‘ilm (wali yang luas ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia didatangi
oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara.
Ada cerita yang mengatakan
bahwa Sunan Kudus pernah belajar di Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah
berjasa memberantas penyakit yang menelan banyak korban di Palestina. Atas
jasanya itu, oleh pemerintah Palestiana ia diberi ijazah wilayah (daerah
kekuasaan) di Palestina, namun Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut dipindahkan
ke Pulau Jawa, dan oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu dikabulkan.
Sekembalinya ke Jawa ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun 1549, masjid
itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara Kudus) dan daerah
sekitanya diganti dengan nama Kudus, diambil dari nama sebuah kota di
Palestina, al-Quds. Dalam melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural, Sunan
Kudus menciptakan berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending
Makumambang dan Mijil.
Sunan
Kudus wafat pada tahun 1550 M dan dimakamkan di Kudus. Di pintu makan Kanjeng
Sunan Kudus terukir kalimat asmaul husna yang berangka tahun 1296 H atau
1878 M.
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Salah seorang Walisongo yang
banyak berjasa dalam menyiarkan agama Islam di pedesaab Pulau Jawa adalah Sunan
Muria. Beliau lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan
dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara Kota Kudus
sekarang).
Beliau
adalah putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar
Said, dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat
menganbil ikan tidak sampai keruh airnya. Muria dalam menyebarkan agama Islam. Sasaran
dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah
satu-satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat
dakwah dan beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom dan kinanthi. Beliau
banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti nelung dino, mitung
dino, ngatus dino dan sebagainya.
Lewat
tembang-tembang yang diciptakannya, sunan Muria mengajak umatnya untuk
mengamalkan ajaran Islam. Karena itulan sunan Muria lebih senang berdakwah pada
rakyat jelata daripada kaum bangsawan. Cara dakwah inilah yang menyebabkan suna
Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwak tapa ngeli yaitu
menghanyutkan diri dalam masyarakat.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif
Hidayatullah).
Salah seorang dari Walisongo
yang banyak berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah
Jawa Barat; juga pendiri Kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah.
Dialah pendiri dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sunan Gunung
Jati adalah cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.
Setelah
selesai menuntut ilmu pasa tahun 1470 dia berangkat ketanah Jawa untuk
mengamalkan ilmunya. Disana beliau bersama
ibunya disambut gembira oleh
pangeran Cakra Buana. Syarifah Mudain
minta agar diizinkan tinggal dipasumbangan Gunung Jati dan disana mereka
membangun pesantren untuk meneruskan usahanya Syeh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu
Syarif Hidayatullah dipanggil sunan gunung Jati. Lalu ia dinikahkan dengan putri
Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat menjadi pangeran Cakra Buana
yaitu pada tahun 1479 dengan diangkatnya ia sebagai pangeran dakwah islam
dilakukannya melalui diplomasi dengan kerajaan lain.
Setelah
Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan
Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi kerajaan yang belum menganut
agama Islam. Dari Cirebon, ia mengembangkan
agama Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan,
Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.
B.
Metode Dakwah Walisongo
Walisongo pada masa pelembagaan
Islam menggunakan beberapa tahapan, yaitu pertama mendirikan masjid. Dalam
proses penyebaran Islam masjid tidak hanya berfungsi untuk tempat beribadah
tetapi juga tempat pengajian, dan dari majidlah proses penyebaran Islam dimulai.
Masa-masa awal proses islamisasi, masjid menjadi tempat ritual, masjid juga
sebagai pusat tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Islam. Didalam masjid segala
aktifitas pengembangan Islam berlangsung. Banyak masjid yang diyakini sebagai
peninggalan Wali dan dinamakan Wali yang bersangkutan. Seperti masjid yang
didirikan oleh Raden Rahmat yang diberi nama Laqab sebagaimana tradisi Timur
Tengah – Sunan Ampel, sehingga masjidnya dinamakan Masjid Ampel, masjid Giri
didirikan oleh Sunan Giri, Masjid Drajat yang didirikan oleh Sunan Drajat dan
sebagainya.
Selain nmasjid dalam pembentukan kelembagaan
Islam Walisongo dalam penyebaran Islam juga mendirikan pesantren. Didalam khazanah
penyebaran Islam, setiap Wali memiliki pesantren yang dinisbahkan dengan nama
wali tersebut berada. Seperti pesantren Ampel, pesantren Bangkuning, Pesantren
Drajat, pesantren Giri dan sebagainya.
Peranan
pesantren sebagai lembaga penyebaran Islam di Jawa telah dibahas secara
mendalam oleh ahli sejarah, misalnya Soebardi (1976) dan Anthony Jhon,
sebagaimana dikutip oleh Dhofier.8 Lembaga pesantren itulah yang paling
menentukan watak keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam dan yang memegang peranan
paling penting bagi penyebaran Islam sampai pelosok-pelosok. Dari
lembaga-lembaga pesantren itulah asal usul sejumlah manuskrip tentang
pengajaran islam di Asia Tenggara, yang tersedia secara terbatas. Untuk dapat
betul-betul memahami sejarah Islamisasi diwilayah ini, kita harus mempelajari
lembaga-lembaga pesantren tersebut, karena lembaga-lembaga inilah yang menjadi
anak panah penyebaran Islam di wilayah ini. Pesantren menjadi sangat penting
tatkala pelembagaan Islam telah berjalan sedemikian rupa. Pada abad ke-20,
munculah berbagai pesantren yang menjadi lembaga untuk pengembangan Islam
dengan segala sistem pembelajaran dan pengajaran yang khusus yaitu
sorogan,wetonan dan bandongan.
Dari gambaran singkat tentang perjalanan hidup dan perjuangan walisongo dalam menyebarkan
agama Islam di daerah Jawa, khususnya dan di wilayah nusantara pada umumnya,
maka peran mereka dapat diklasifikasikan menjadi :
Bidang Pendidikan
Peran walisongo di bidang pendidikan
terlihat dari aktivitas mereka dalam mendirikan pesantren, sebagaimana yang
dilakukan oleh Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Bonang.Sunan Ampel mendirikan
pesantren di Ampel Denta (dekat Surabaya) yang sekaligus menjadi pusat
penyebaran Islam yang pertama di Pulau Jawa. Di tempat inilah, ia mendidik pemuda-pemudi
Islam sebagai kader, untuk kemudian disebarkan ke berbagai tempat diseluruh
Pulau Jawa.
Muridnya antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim
(Sunan Bonang), Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang kemudian
menjadi sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak, dan banyak lagi
mubalig yang mempunyai andil besar dalam islamisasi Pulau Jawa. Sedangkan Sunan
Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Santrinya banyak berasal dari
golongan masyarakat ekonomi lemah. Ia mengirim juru dakwah terdidik ke berbagai
daerah di luar Pulau Jawa seperti Madura, Bawean, Kangean, Ternate dan Tidore.
Sunan Bonang memusatkan kegiatan pendidikan dan dakwahnya melalui pesantren
yang didirikan di daerah Tuban. Sunan Bonang memberikan pendidikan Islam secara
mendalam kepada Raden Fatah, putera raja Majapahit, yang kemudian menjadi
sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikan tersebut kini dikenal dengan
Suluk Sunan Bonang.
Bidang Politik
Pada masa pertumbuhan dan
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, walisongo mempunyai peranan yang
sangat besar. Di antara mereka menjadi penasehat raja, bahkan ada yang menjadi
raja, yaitu Sunan Gunung Jati. Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana
Majapahit. Isterinya berasal dari kalangan istana dan Raden Patah (putra raja Majapahit)
adalah murid beliau. Dekatnya Sunan Ampel dengan kalangan istana membuat penyebaran
Islam di daerah Jawa tidak mendapat hambatan, bahkan mendapat restu dari penguasa
kerajaan. Sunan Giri fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu dalam
penobatan raja. Setiap kali muncul masalah penting yang harus diputuskan, wali yang
lain selalu menantikan keputusan dan pertimbangannya. Sunan Kalijaga juga
menjadi penasehat kesultanan Demak Bintoro.
Bidang Dakwah
Sudah jelas kiranya, peran walisongo
yang sangat dominan adalah di bidang dakwah, baik dakwah bil lisan maupun bil
hal. Sebagai mubalig, walisongo berkeliling dari satu daerah kedaerah lain
dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Muria dalam upaya dakwahnya selalu mengunjungi
desa-desa terpencil. Salah satu karya yang monumental dari walisongo adalah mendirikan
mesjid Demak. Hampir semua walisongo terlibat di dalamnya. Adapun sarana yang
dipergunakan dalam dakwah berupa pesantren-pesantren yang dipimpin oleh para walisongo
dan melalui media kesenian, seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan pertunjukan
tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan nafas Islam kedalamnya.
Syair lagi gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah
Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
Bidang Sosial
Perhatian
yang sangat serius pada masalah-masalah sosial terlihat pada dakwah Sunan
Drajat. Ia terkenal mempunyai jiwa sosial yang tinggi dan tema-tema dakwahnya
selalu berorientasi pada kegotongroyongan. Ia selalu memberi pertolongan kepada
masyarakat umum, menyantuni anak yatim dan fakir miskin sebagai suatu aktivitas
sosial yang dianjurkan oleh agama Islam.
Bidang Seni dan Budaya
Sunan Kalijaga terkenal sebagai
seorang wali yang berkecimpung di bidang seni. Sebagai budayawan dan seniman,
banyak karya Sunan Kalijaga yang menggambarkan pendiriannya. Di antaranya
adalah gamelan, wayang kulit, dan baju takwo. Sunan Ampel menciptakan Huruf
Pegonatau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa. Hingga sekarang huruf pegon masih dipakai
sebagai bahan pelajaran agama Islam di kalangan pesantren. Sunan Giri juga
sangat berjasa dalam bidang kesenian, karena beliau menciptakan tembang-tembang
dolanan anak-anak yang bernafaskan Islam. Sunan Drajat juga tidak ketinggalan
untuk menciptakan tembang Jawa yang sampai saat ini masih digemari masyarakat,
yaitu: Gending Pangkung, semacam lagu rakyat di Jawa.Sunan Bonang dianggap sebagai
pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir
utara Jawa Timur. Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Bonang selalu
menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat
menggemari wayang serta musik gemelan.
Pemurnian Akidah
Di bidang tauhid, walisongo tak
kenal kompromi dengan adat istiadat dan kepercayaan lama. Kepercayaan
Hindu-Budha, Animisme dan Dinamisme harus dikikis habis. Adat istiadat lama
pada masyarakat Jawa, seperti kenduri, selamatan, sesaji dan sebagainya, yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam harus dilenyapkan agar tidak menyesatkan umat di
belakang hari. Pelaksanaan syariat Islam haruslah sesuai dengan ajaran aslinya.
Walisongo yang menekankan pentingnya pemurnian ajaran Islam ini adalah Sunan
Giri, Sunan Ampel dan Sunan Drajat. Akan tetapi para wali yang lain berpendapat
bahwa untuk sementara semua kebiasaan tersebut harus dibiarkan karena
masyarakat sulit meninggalkannya secara serentak. Mereka mengusulkan agar adat
istiadat Jawa itu diberi warna Islam.
Pendapat yang kedua ini didukung oleh
Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Muria.
Walaupun terdapat perbedaan di antara dua kelompok tersebut, akhirnya Sunan Ampel
dan kawan-kawan menyetujui pendapat Sunan Kalijaga.Selain itu, walisongo juga sangat
waspada terhadap hal-hal yang membahayakan aqidah umat. Hal ini dilakukannya antara
lain ketika menanggapi aliran/ajaran sesat yang dibawa oleh Syekh Siti Jenar,
yaitu salah seorang wali yang dianggap murtad karena menyebarkan paham wihdatul
wujuddan meremehkan syariat Islam yang disebarkan para wali lainnya. Adapun
yang menjadi hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar ini adalah Sunan
Giri. Atas persetujuan anggota walisongo yang lain, maka akhirnya Syekh Siti
Jenar dihukum mati.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
hal ini walisongo bisa dibilang dalam jangka waktu yang singkat beliau-beliau
meraih kesuksesan besar dalam islamisasi di tanah jawa yang sebelumnya
mayoritas penduduk beragama hindu-budha, dijawa sebelum adanya Walisongo Agama
Islam hanyalah dipeluk oleh imigran yang berasal dari timur tengah dan sedikit
sekali pribumi yang mempercayai serta memeluk Agama islam. Tehnik dan metode
beliau-beliau memang sangat patut untuk kita contoh bagaimana dapat memahami
karakter serta kebutuhan mad’u sehingga dakwah yang dilaksanakan dapat berjalan
secara efeksif dan efesien
DAFTAR
PUSTAKA
Hadi Sutrisno Budiono, Sejarah Walisongo Misi
Pengislaman di Tanah Jawa, (Yogyakarta: GRAHA Pustaka, 2009).
Habis Mustopo Muhammad, Kebudayaan
Islam Di Jawa Timur ; Kajian Beberapa Unsur Budaya Masa Peralihan, (Yogyakarta.
Jendela Grafika, 2001).
Ibrahim Tatang, Sejarah
Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah untuk Kelas IX Semester 1 dan 2.
Kadir Badjuber Abdul, Islam di Indonesia (Sebuah
Penelusuran Sejarah Islam di Indonesia), Jakarta: Perpustakaan Dewan
Da’wah, 2008.
Munir Samsul, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010).
Sofwan Ridin, dkk, Islamisasi Islam di Jawa
Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004).
Su’ud Abu, Islamologi(Sejarah Ajaran dan
Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003).
Zahrah Abu, “ Demak sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa “, Studia Islamika,
No.2.
Download Makalah Sejarah Dakwah Wali Songo