Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Kesetaraan Gender - Download Makalah Gratis File Docx

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejak lahir ke dunia, manusia dibekali identitas gender oleh orang tuanya. Disadari atau tidak, orang tua memiliki peran yang besar dalam mensosialisasikan adanya perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki. Identitas peran gender menjelaskan sejauh mana seseorang menganggap dirinya sebagai feminim dan maskulin, sebagaimana ditentukan oleh peran seksualnya.

***
Download Makalah Kesetaraan Gender
***

Dalam suatu masyarakat dikenal nilai-nilai dan sistem budaya yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga setiap kelompok masyarakat bisa jadi memiliki kontruksi sosial yang berbeda dalam memandang peran laki-laki dan perempuan.  Oleh karena itu, kontruksi sosial terhadap perbedaan jenis kelamin akan terus berubah dan berkembang seiring dengan perubahan dalam masyarakat yang membentuknya.

Gender menjadi aspek yang dominan dalam kehidupan manusia, termasuk dalam hubungan kekuasaan dan politik. Gender juga bisa masuk dalam ketegori hubungan kekuasaan seperti, relasi kelas, umur, maupun etnisitas. Sedangkan hubungan gender dengan politik bisa ditemukan mulai tataran simbolik seperti penggunaan bahasa dan wacana sehari-hari sampai pada tataran rill dari lingkup luas seperti masalah perburuhan, kekerasan dan keterwakilan perempuan dalam politik, hingga lingkungan rumah tangga pada hubungan antara suami dan isteri. Hal tersebut terjadi karena sifat manusia yang politis.

Gender merupakan suatu konsepsi yang diakui sebagai penyebab ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan dan ketidaksetaraan gender, dimana perempuan berada pada status yang lebih rendah. Di Indonesia sendiri, kasus keadilan seputar kesetaraan gender masih menjadi isu yang hangat. Penyebabnya, Indonesia menanggapi isu ini setengah-setengah. Ambil saja contoh para wanita yang menuntut adanya pemberlakuan keadilan diantara dirinya dengan lawan jenisnya, yakni kaum pria. Di Indonesia, pendekatan gender telah diambil untuk peningkatan status perempuan melalui peningkatan peran perempuan dalam pembangunan. Peran perempuan menjadi satu topik diskusi yang sangat menarik dibahas karena selama ini peran perempuan di dalam pembangunan masih dapat dikategorikan terbelakang.

Salah satu tujuan pembangunan di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera tanpa membedakan laki-laki atau perempuan. Meskipun telah banyak kemajuan pembangunan yang dicapai, namun kenyataan menunjukkan bahwa kesenjangan gender (gender gap) masih terjadi pada sebagian besar bidang pembangunan, terutama bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Isu kesenjangan gender inilah yang membatasi keterlibatan kaum perempuan dalam pembangunan dan berdampak terhadap pencapaian kualitas hidupnya. Apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain, kualitas SDM Indonesia tampak masih tertinggal dari Philipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada tahun 2007 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia adalah peringkat ke 108 dari 177 negara, sementara Indeks Pembangunan Gender peringkat ke 81 dari 136 negara dan Indeks Pemberdayaan Gender adalah 58,9% hampir sejajar dengan negara-negara LAOS, Kamboja dan Myanmar (Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, 2003).

Untuk mengejar ketertinggalan itu maka pembangunan Indonesia harus dilakukan dalam perspektif pembangunan berwawasan gender, dimana perempuan dan laki-laki sebagai anggota masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama atas akses, manfaat, partisipasi dan kontrol dalam pembangunan. Ukuran keberhasilan pembangunan sumber daya manusia dapat diketahui melalui tiga indikator pencapaian pembangunan yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IPG). IPM merupakan indikator komposit dengan beberapa variable utama yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. IPG mengukur pencapaian dalam dimensi yang sama dengan melihat ketimpangan dan mengakomodasi perbedaan pencapaian antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan IGD mengukur ada tidaknya ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan.

Dalam masyarakat Indonesia maupun negara-negara lain di dunia perbedaan gender senantiasa menimbulkan ketidaksetaraan. Perempuan cenderung dilihat sebagai objek ketidakadilan atau korban. Ketidakadilan yang terjadi akibat perbedaan gender ini dianggap sebagai akibat kultur patriarki yanbg menyatakan bahwa laki-laki lebih berkuasa dari pada perempuan yang kemudian dipercaya masyarakat sebagai ideologi.

Bentuk ketidakadilan yang diterima oleh kaum perempuan akibat adanya pebedaan gender tidak hanya bisa dilihat secara fisik, seperti banyaknya kasus kekerasan yang dialami kaum perempuan, pelecehan seksual, pemerkosaan, dan lain-lain, tapi juga secara simbolik. Kekerasan secara simbolik bisa dialami perempuan melalui pencitraan negatif dalam media masa.

Masyarakat Indonesia mengenal banyak kalimat sehari-hari yang menentang hukum kesetaraan gender. Tanpa kita sadari, kita mendengarnya bukan sebagai hal yang menghina pribadi sendiri, melainkan hal yang umum dan biasa diucapkan. Kalimat-kalimat seperti: “Wanita saja yang belajar memasak, toh pada akhirnya kalian nanti akan masuk dapur.” bukanlah hal yang asing di telinga kita. Tapi pada kenyataannya tidak ada yang ambil pusing mengenai hal tersebut. Sebaliknya justru membenarkan dan ditularkan terus menerus dari generasi ke generasi sebagai budaya yang salah.

Pandangan masyarakat ini kemudian menjadi stigma dan norma yang berlaku secara universal di seluruh pelosok tanah air kita. Seperti yang kita ketahui bersama, membuat pergantian suatu pandangan yang berlaku di suatu negara bukanlah perkara yang mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Tidak salah jika dikatakan bahwa kesetaraan gender adalah bentuk keadilan dari manusia yang menuntut haknya untuk diperlakukan sama rata. Melihat dari banyaknya wanita yang melewati garis ketabuan dan kemudian sukses adalah bukti konkrit.

1.2 Rumusan Masalah
Bertolak ukur dari latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah yaitu:
1.    Apa itu kesetaraan gender?
2.    Bagaimana fenomena yang ada yang berhubungan dengan kesetaraan gender?
3.    Bagaimana kebijakan pemerintah dan melalui pendekatan apa saja untuk mengatasi kesetaraan gender ?

1.3 Tujuan Makalah
1.    Untuk megetahui Apa itu kesetaraan gender
2.    Untuk megetahui Bagaimana fenomena yang ada yang berhubungan dengan kesetaraan gender
3.    Untuk megetahui Bagaimana kebijakan pemerintah dan melalui pendekatan apa saja untuk mengatasi kesetaraan gender




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesetaraan Gender
Sebelum kita memahami lebih lanjut mengenai kesetaraan gender, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui apa itu gender? Terdapat beberapa definisi yang menjelaskan mengenai pengertian gender. Seperti yang dikatakan oleh seorang ahli yang bernama Baron (2000: 188) mengartikan bahwa gender merupakan sebagian dari konsep diri yang melibatkan identifikasi individu sebagai  seorang laki-laki atau perempuan.

Sedangkan Santrock (2003: 365) mengemukakan bahwa istilah  gender dan seks memiliki perbedaan dari segi dimensi. Isilah seks (jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan. Fakih (2006: 71) mengemukakan bahwa gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Perubahan ciri dan sifat-sifat yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya disebut konsep gender.

Istilah gender juga merujuk pada karakteristik dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis, melainkan juga pada interpretasi sosial dan cultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan (Rahmawati, 2004: 19).

Gender merupakan aspek yang cukup dominan mewarnai kehidupan masyarakat. Selain dalam kehidupan rumah tangga, orang-orang sering menggunakan perbedaan gender sebagai dasar berfikir untuk melakukan sesuatu dalam hidup bermasyarakat. Istilah gender sendiri sering disamakan dengan seks oleh masyarakat awam. Oleh karena itu, untuk menjelaskan konsep gender, harus dimulai dengan memahami perbedaan seks dan gender. Menurut Mansour Fakih, seks merupakan pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, dengan kata lain seks merupakan sifat yang diberikan oleh tuhan secara kodrati. Sedangkan gender merupakan suatu sifat atau pembagian sifat yang melekat pada dua jenis kelamin manusia, laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural dan dapat dipertukarkan serta bisa berubah dari waktu ke waktu, tempat ke tempat maupun kelas ke kelas.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau dipilih-pilih menurut kedudukan, fungsi an peran masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Perbedaan secara kodrati inilah yang secara turun temurun menjadikan perempuan memiliki kedudukan dan peran yang berbeda dengan laki-laki.
Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller, untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berfasal dari ciri-ciri fisik biologi.

Gender dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan secara biologis antara perempuan dan laki-laki-namun kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan dalam berperilaku, dan pada gilirannya hak-hak, sumber daya, dan kuasa. Kendati tuntutan ini bervariasi di setiap masyarakat, tapi terdapat beberapa kemiripan yang mencolok. Misalnya, hampir semua kelompok masyarakat menyerahkan tanggung jawab perawatan anak pada perempuan, sedangkan tugas kemiliteran diberikan pada laki-laki.

Perbedaan gender pada awalnya dimaknai sebagai perbedaan perempuan dan laki-laki secara fisik. Perbedaan karakter fisik antara laki-laki dan perempuan menciptakan konstruksi peran dan fungsi sosial tertentu secara ekspetasi perilaku yang seharusnya ada atau melekat dalam diri laki-laki dan perempuan. Akibatnya, perbedaan jenis kelamin menghasilkan perbedaan peran sosial dan pembagian kerja yang berbeda antara laki-laki denga perempuan. Perbedaan gender telah menciptakan ketidaksetaraan gender.

Faktor yang menyebabkan ketidaksetaraan gender adalah akibat adanya gender yang dikontruksikan secara  sosial dan budaya. Beberapa anggapan yang memojokan perempuan dalam konteks sosial menyebabkan sejumlah persoalan. Ketidaksetaraan gender di indonesia dikarenakan indonesia menganut hukum hegemoni patriarki, yaitu yang berkuasa dalam keluarga adalah bapak. Patriarki menggambarkan dominasi laki-laki atas permpuan dan anak-anak didalam keluarga dan ini berlanjut kepada dominasi laki-laki dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnya. Partiarki adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, dalam pemerintahan, militer, pendidikan, industri, bisnis, dan lain sebagainya.

Selain itu, ketidak seimbangan gender juga disebabkan karena sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang mempunyaimodal besar itulah yang menang. Hal ini, mengakibatkan laki-laki yang dilambangkan lebih kuat daripada perempuan akan mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar.
Maka dapat dipahami bahwa dimaksud gender adalah karakteristik laki-laki dan perempuan berdasarkan dimensi sosial-kultural yang tampak dari nilai dan tingkah laku. Setelah kita memahami pengertian gender, kini kita lanjut membicarakan permasalahan kesetaraan gender. Apa itu pengertian kesetaraan gender? Terdapat beberapa definisi mengenai kesetaraan gender, diantaranya yaitu kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya.

Menurut Nugroho, Kesetaraan gender berarti adanya kesamaan antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan dan keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Pendapat lain, Kesetaraan Gender adalah adanya persamaan hak antara kaum wanita dengan kaum adam, dimana persamaan itu mempunyai arti yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, contohnya dalam dunia kerja.Dengan adanya sebuah kesetaraan, akan mengandung adanya perbedaan yang akan memungkinkan perbedaan pendapat antara kedua belah pihak juga.

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.

2.2 Fenomena Kesetaraan Gender
Kesetaraan Gender memang perlu dikembangkan, dimana setiap kaum manusia diberlakukan secara adil terutama dalam bidang pekerjaan. Kesetaraan gender memacu kita untuk saling memberikan rasa kepedulian tentang hak dan kewajiban orang sebagai manusia. Dimana kita harus bisa memaknai dan mendalami arti dari kesetaraan gender. Lalu bagaimana cara untuk mempertahankan sebuah kesetaraan tanpa ada tekanan antara satu sama lain? adalah dengan memotivasi diri untuk saling mendukung dan bertanggung-jawab atas resiko yang harus dihadapi.

Dengan adanya kesetaraan gender akan semakin memudahkan diri untuk lebih maju karena cenderung memiliki tujuan yang sama yang kemudian membuat semua orang semakin bersatu dalam menempuh tujuan tersebut. Dengan adanya Pro dan Kontra terhadap kesetaraan gender akan semakin membuat kita mudah untuk memilih mana yang bisa kita lakukan maupun tidak. Semoga dengan adanya kesetaraan gender mengembalikan pikiran kita pada prinsip yang sejak dahulu kita banggakan yaitu, berbeda tapi sama, Bhineka Tunggal Ika, perbedaan tidak akan selamanya menjadi perbedaan, melainkan bisa dimaknai sebagai persamaan yang menuntun kita pada kehidupan yang saling mendampingi.

2.3 Contoh Kasus Dalam Kesetaraan Gender
Peranan pria dan wanita yang dikonstruksi oleh norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat disebut peran gender.   Ini artinya, peran gender tidak ditentukan oleh perbedaan kelamin seperti Halnya peran kodrat (yang akan diuraikan pada bagian berikut dari tulisan ini).  Peranan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh seseorang, pria atau wanita pada kedudukan (posisi) tertentu.  Jadi, setiap kedudukan dilengkapi dengan seperangkat peranan.   Semakin tinggi kedudukan seseorang semakin tinggi pula peranannya, sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang semakin rendah pula peranan yang dapat dijalankannya.

Pria dan wanita merupakan dua insan yang berbeda, tetapi bukan untuk dibeda-bedakan.  Itulah makanya, di dalam UUD RI 1945 dan GBHN 1993, di antaranya diamanatkan bahwa pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pembangunan.  Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa wanita mempunyai status yang lebih rendah dan mengalami ketertinggalan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pria dalam berbagai bidang pembangunan, baik sebagai pelaku pembangunan maupun sebagai penikmat hasil pembangunan.  Oleh karena itu, peningkatan peranan wanita yang berwawasan gender sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, merupakan upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita.   Artinya, pria dan wanita mempunyai hak, kewajiban, kedudukan-peranan dan kesempatan yang sama dalam pembangunan, baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan.  Pria dan wanita sama-sama merupakan tenaga yang berpotensi tinggi.  Mengikutsertakan pria dan wanita dalam proses pembangunan, berarti merupakan tindakan yang efisien dan efektif.

Megawati Soekarno Putri menjadi presiden wanita pertama di Indonesia
Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri atau umum dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri (lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947; umur 63 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan anak presiden Indonesia pertama yang mengikuti jejak ayahnya menjadi presiden. Pada 20 September 2004, ia kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam tahap kedua pemilu presiden 2004.

Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 1999-2001, ia menjabat Wakil Presiden di bawah Gus Dur. Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1999.

2.4 Kebijakan Pemerintah Untuk Mengatasi Kesetaraan Gender Melalui Beberapa Pendekatan Dan Strategi
A. Pendekatan WID (Women and Development) dan WAD (Wome and Development)
Sejak Konferensi perempuan sedunia yang pertama di Meksiko City tahun 1975, pemerintah Indonesia telah memberikan komitmennya kepada kesepakatan yang dihasilkan oleh konferensi tersebut. Salah satunya dengan mendirikan Kementrian yang khusus menangani persoalan-persoalan perempuan. Pemerintah menggunakan strategi WID untuk mengikutsertakan perempuan dalam proses pembangunan. Pendekatan WID berpijak dari dua sasaran yaitu : (1) pentingnya prinsip egalitarian (kepercayaan bahwa semua orang sederajat). Oleh karena itu dalam WID antara laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan dan derajat sama sebagai mitra sejajar. (2) WID menitikberatkan pada pengadaan program yang dapat mengurangi atau menghapuskan diskriminasi yang dialami oleh para perempuan disektor produksi.

WID menyediakan program intervensi untuk meningkatkan taraf hidup keluarga seperti pendidikan, ketrampilan, serta kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan perempuan untuk mampu berpartisipasi dalam pembangunan. pendekatan WID berusaha mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan. Secara konkrit WID menekankan pada cara atau strategi yang perlu ditempuh untuk membela kaum perempuan untuk berpartisipasi yang sama dengan laki-laki dalam pemerolehan kesempatan pendidikan, pekerjaan dan beberapa aspek kehidupan bermasyarakat yang lain.

Namun, strategi WID memiliki banyak kelemahan, yaitu : (1) karena sasarannya perempuan maka kegiatan dan programnya merupakan program dan kegiatan yang spesifik perempuan. (2) perempuan dilihat sebagai kategori sosial yang homogen padahal mereka berbeda menurut kelompok umur, status perkawinan, posisi sosial dalam keluarga dan sebagainya. (3) kebijakan beserta program dan kegiatan yang spesifik perempuan diddesain tidak melalui proses yang partisipatif. (4) menganggap perempuan hanya penerima pasif pembangunan dari pada pelaku pembangunan. (5) merupakan pendekatan yang tidak kritis terhadap struktur sosial yang ada yang kenyataannya sangat timpang. (6) pendekatan ini tidak mencari akar penyebab sistemik terjadinya ketidaksetaraan kualitas hidup perempuan dan laki-laki dalam masyarakat.

Strategi WID cukup berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis gender saja. Strategi WID tidak mampu menumbuhkan keadilan dan kesetaraan gender meskipun pemenuhan kebutuhan praktis gender itu sangat diperlukan.

Dalam pendekatan WAD tidak dibahas letak kedudukan laki-laki dan perempuan, sudah ada pemahaman bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan kesempatan, dan peran yang sejajar. Oleh karena itu, masalahnya sekarang bagaimana posisi laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. Pendekatan WAD tampaknya lebih kritis dari WID tetapi WAD kurang dapat menjawab hubungan patriarki yang terjadi dalam corak produksi masyarakat. WAD akan berhasil menaikkan peran perempuan apabila ditunang oleh struktur politik yang lebih stabil dan merata. Implementasi pendekatan WAD dititikberatkan pada pengembangan kegiatan, penigkatan, pendapatan tanpa memperhatikan unsur waktu yang digunakan oleh perempuan. WID dan WAD memiliki kesamaan yaitu sama-sama dalam kerangka ekonomi dan politik negara.

B. Pendekatan GAD (Gender and Development) dan Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Manusia yang Adil dan Berkesinambungan.
Sebagai reaksi terhadap kegagalan strategi WID dan WAD pada tahun 1990-an berkembang pendekatan GAD, yang menekankan pada kenyataan bahwa peran perempuan dan peran laki-laki berbeda. Perempuan dinegara yang sedang berkembang tidak hanya memainkan satu atau dua peran saja tetapi multi peran.  Pendekatan GAD lebih menekankan pada orientasi hubungan sosial seperti kita ketahui bahwa gender dapat dimaknai sebagai hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan, bukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara jenis kelamin.

Dengan demikian pendekatan GAD adalah pendekatan yang sensitif gender karena selain mengenali dan mempersoalkan perbedaan kondisi perempuan dan laki-laki juga harus mengenali dan mempersoalkan kesenjangan relasi diantara keduanya dan mencari akar penyebabnya sehingga dapat diupayakan penghapusannya. Pendekatan GAD secara implementatif cenderung mengarah pada adanya komitmen pada perubahan struktural. GAD tidak mungkin terlaksana bila dalam politik suatu negara masih menempatkan perempuan pada posisi yang imperior dan subordinatif.

Pendekatan GAD memerlukan perubahan paradigma pembangunan. Pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang menyeluruh, adil dan terintegrasi yang mampu mempengaruhi tidak saja kebutuhan ekonomi tetapi juga kebutuhan sosial, politik, budaya, lingkungan, agama dan perbaikan kualitas hidup semua manusia perempuan dan laki-laki. (Taylor : 1999)

Kemajuan pembangunan dalam paradigma baru tidak hanya diukur dengan indikator-indikator ekonomi tetapi juga indikator gender. Indikator gender adalah presentasi memperlihatkan keadaan perempuan dan laki-laki diberbagai bidang kehidupan. Indikator gender menandai berhasil atau tidaknya pembangunan manusia yang adil dan berkelanjutan.

Pembangunan dengan paradigma baru yang menjadikan manusia sebagai pusat perhatiannya, memerlukan strategi pengarusutamaan gender. Inpres No 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender, menekankan pentingnya pengarusutamaan gender untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Pengarusutamaan gender merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat perempuan dan laki-laki agar memperoleh manfaat dari berbagai kebijakan, program, kegiatan, yang dibuatnya untuk menyumbang kemajuan sosial, ekonomi, politik dan budaya daerah yang melaksanakannya.

Pengarusutamaan gender adalah strategi untuk mencapai kesetaraan gender melalui keijakan publik. Tujuan pengarusutamaan gender adalah mengubah kebijakan lembaga-lembaga/ organisasi menjadi lembaga/ organisasi dengan struktur dan sistemnya yang responsif gender.

Hal-hal yang diarusutamakan adalah
(1) legitimasi keadilan dan kesetaraan gendr sebagai nilai fundamental yang harus trecermin dalam pembangunan dan didalam praktik-praktik lembaga/organisasi,
(2) kesetaraan gender diakui sebagai pra-syarat bagi pembangunan manusia yang adil, menyeluruh dan berkelanjutan yaitu kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu, pengarusutamaan gender merupakan suatu proses transformatif jangka panjang ketika nilai-nilai sosial budaya yang selama ini dianut oleh masyarakat sera tujuan-tujuan pembangunan dikaji kembali (Melissa,2000).

Dalam melaksanakan pengarusutamaan gender, diperlukan suatu perencanaan yang peka gender agar dapat menghasilkan kebijakan, program dan kegiatan yang responsif gender. Analisis kebijakan yang berbasis gender memiliki bebrapa prinsip, yaitu:
(1) setiap kebijakan, program, kegiatan, dan pelayanan publik akan berdampak terhadap kehidupan manusia, perempuan dan laki-laki,
(2) perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan peran, aksesdan kontrol terhadap berbagai sumber daya strategis,
(3) perempuan bukan kategori sosial yang homogen,
(4) demikian pula peran, pengalaman, permasalahan, kebutuhan dan kepentingan perempuan berbeda dari laki-laki,
(5) setiap kebijakan, program, kegiatan, pelayanan publik harus adil bagi perempuan dan laki-laki,
(6) kebijakan, program, kegiatan, pelayanan publik yang telah dibuat melalui proses analisis gender perlu dikonsultasikan kepada perem[uan dan laki-laki yang akan terkena dampaknya,
(7) analisis gender tidak terbatas pada analisis kebijakan, program, kegiatan, dan pelayanan publik saja. Ternasuk didalamnya merancang anggaran yang akan digunakan.

Agar pengarusutamaan gender efektif, diperlukan:
{1) kemauan politik dan kepemimpinan,
(2) kerangka kerja kebijakan,
(3) struktur, mekanisme dan proses-proses kelembagaan, panduan, mekanisme evaluasi kerja,
(4) sumber daya manusia yaitu personil lembaga-lembaga arusutama yang sadar, peka, dan responsif gender,
(5) dana yang cukup-responsif gender,
(6) data terpilih menurut jenis kelamin, kuantitatif dan kualitatif, yang diperoleh dari penelitian yang berspektif gender,
(7) indikatrvgender untuk mengukur keberhasilan kebijakan, program, kegiatan pelayanan publik yang responsif gender,
(8) kerangka konseptual sebagai pisau analisis,
(9) alat untuk melakukan analisis gender terhadap kebijakan, program, kegiatan, dan pelayanan publik.

Surat Keputusan tahun 1999 mengharuskan pemerintah untuk mengkaji dan memperbaiki “undang-undang yang diskriminatif, yang diwariskan dari era kolonial dan dari undang-undang nasional, termasuk yang melakukan diskriminasi gender dan yang bertentangan dengan tuntutan reformasi, melalui program perundang-undangan, (Keputusan MPR No. IV/MPR/1999). Atas anjuran organisasi masyarakat sipil dan KPPPA, beberapa Undang-undang (UU) di bawah ini sudah peka gender dan mengedepankan perlunya perlindungan hak-hak perempuan:
·    UU Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Keluarga No. 52/2009, yang secara khusus mengharuskan adanya data kependudukan yang terpilah berdasar jenis kelamin dan kemiskinan yang membebani kelompok penduduk dengan kepala rumah-tangga perempuan harus dihapuskan.
·    UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah-tangga No 23/2004, yang memperkuat upaya penghapusan kekerasan dalam rumah-tangga dan mengharuskan tersedianya pelayanan bagi para korban.
·    UU Adminitrasi Kependudukan No. 23/2006, menerapkan prinsip non-diskriminatif dalam pemberian pelayanan bagi Warga Negara.
·    UU Partai Politik No. 2/2008 dan Undang-undang Pemilihan Umum No 10/2008, mengharuskan nominasi sekurangnya 30% calon wakil DPR perempuan tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota.
·    UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang No 21/2007, yang terfokus pada kriminalisasi dan perlawanan terhadap perdagangan manusia.

Selain yang disebutkan di atas, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kesetaraan gender yaitu dengan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang  Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah.





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gender merupakan suatu konsepsi yang diakui sebagai penyebab ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan dan ketidak setaraan gender perempuan berada pada status yang lebih rendah. Gender merupakan sebagian dari konsep diri yang melibatkan identifikasi individu sebagai  seorang laki-laki atau perempuan.

Kesetaraan gender adalah bentuk keadilan dari manusia yang menuntut haknya untuk diperlakukan sama rata, dimana persamaan hak antara wanita dengan pria sama dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Untuk mempertahankan sebuah kesetaraan tanpa ada tekanan antara satu sama lain dengan memotivasi diri untuk saling mendukung dan bertanggung-jawab atas resiko yang harus dihadapi. Dengan adanya kesetaraan gender maka semakin memudahkan diri untuk lebih maju karena memiliki tujuan yang sama dan  membuat semua orang semakin bersatu dalam menempuh tujuan tersebut.
Dengan adanya kesetaraan gender mengembalikan pikiran kita pada prinsip yang sejak dahulu kita banggakan yaitu, berbeda tapi sama, Bhineka Tunggal Ika, perbedaan tidak akan selamanya menjadi perbedaan, melainkan bisa dimaknai sebagai persamaan yang menuntun kita pada kehidupan yang saling mendampingi.

Kebijakan pemerintah untuk mengatasi kesetaraan gender melalui pertama pendekatan dan strategi WID (Women and Development) dan WAD (Wome and Development). Dimana laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan dan derajat sama sebagai mitra sejajar baik dalam ekonomi sosial dan politik. Menitikberatkan pada pengadaan program yang dapat mengurangi atau menghapuskan diskriminasi yang dialami oleh para perempuan disektor produksi. Kedua pendekatan GAD (Gender and Development) dan Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Manusia yang Adil dan Berkesinambungan. Dimana lebih menekankan pada orientasi hubungan sosial seperti kita ketahui bahwa gender dapat dimaknai sebagai hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan, bukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara jenis kelamin dan cenderung mengarah pada adanya komitmen pada perubahan struktural. Pendekatan GAD (Gender and Development) dan Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Manusia yang Adil dan Berkesinambungan.
Pengarusutamaan gender adalah strategi untuk mencapai kesetaraan gender melalui keijakan publik. Tujuan pengarusutamaan gender adalah mengubah kebijakan lembaga-lembaga/ organisasi menjadi lembaga/ organisasi dengan struktur dan sistemnya yang responsif gender.




DAFTAR PUSTAKA

Baron, A. R (Alih bahasa Ratna Juwita). 2000.  Psikologi Sosial. Bandung: Khazanah Inteltual.

Fakih, M. (2006).  Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Santrock, J. W. (2002).  Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Mastuti, Sri., dkk, 2007. Anggaran Responsif Gender : Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Civic Education and Budget Transparency Advocation (CIBA).

Handayani, Trisakti, dan Sugiarti. 2001. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang : Pusat Studi Wanita dan Kemasyarakatan Universitas Muhammadiyah Malang.

Fayumi, Badriyah., dkk, 2001. Keadilan dan Kesetaraan Gender. Jakarta : Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI.

Astuti, M., 1998. Pengantar Analisis Gender. Makalah dalam Pelatihan Teknik Analisis Gender. Yogyakarta : Pusat Studi Wanita UGM.

Holzner, B., 1989. Pendekatan-pendekatan Dasar dalam Analisis Gender. Malang : Dalam Reader Lokakarya Analisis Gende r, PPIS Unibraw.

Ema Fitriyani, dkk. 2012. Makalah Mengenai Kesetaraan Gender. Universitas Jenderal Soedirman. Purwoerto

Anisa. 2015. Makalah Mengenai Kesetaraan Gender. http://4shaared.com. Diakses Pada: Jum’at, 10 Agustus 2018

Istavita Utama. 2018. Makalah Kesetaraan Gender. http://underpapers.blogspot.com. Diakses Pada: Jum’at, 10 Agustus 2018