Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makalah Nikah Siri Menurut Hukum Negara dan Islam - Download Makalah Agama Gratis File Docx

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, statistik kejadian nikah siri meningkat berlalunya waktu. Terutama pasca beredarnya berbagai pemberitaan di seluruh jenis media (audio, visual dan audiovisual) akan nikah siri yang dilakukan tidak hanya 1-2 selebritis namun segelintir orang dengan tingkat pemberitaan tinggi sehingga menyebabkan proses conditioning terjadi di masyarakat konsumen berita.

***
Download Makalah Nikah Siri Menurut Hukum Negara dan Islam
***

Proses conditioning sendiri adalah proses adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat akan berbagai budaya baru yang terjadi namun akibat pemberitaan yang berulang-ulang budaya tersebut semakin cepat dapat diterima oleh masyarakat dan dijadikan bagian dari budaya masyarakat itu sendiri.

Berbagai pemberitaan tersebut lah yang melatarbelakangi penulis dan tim penyusun untuk memilih topik “Nikah Siri” sebagai topik yang diangkat dalam pembuatan makalah dan presentasi mata kuliah Agama dan Etika Islam. Terlepas dari berbagai pemberitaan akan “Pernikahan Siri” yang terjadi, masih banyak mahasiswa yang salah mengartikan nikah siri dan tidak mengerti baik-buruknya jenis pernikahan ini. Hal itu juga termasuk salah satu faktor yang melatar belakangi diangkatnya topik “Pernikahan Siri” ini kami angkat.

1.2 Rumsan Masalah
1. Apa Definisi Nikah Siri?
2. Apa Landasan Terkait Catatan Pernikahan?
3. Bagaimana Nikah Siri Menurut Hukum Negara?
4. Bagaimana nikah siri menurut agama islam?
5. Apa saja Hal-Hal Positif yang Didapat dari Penyiaran Pernikahan?
6. Apa saja Bahaya Terselubung Surat Nikah?

1.3 Tujuan
Tujuan tim penyusun menulis dan menyusun makalah ini antara lain :
a. Mahasiswa dan masyarakat lainnya (pembaca makalah dan audiens presentasi) memahami berbagai definisi akan nikah siri
b. Mahasiswa dan audiens lain mengerti dan mengetahui landasan hukum terkait nikah siri baik ditinjau dari sudut pandang Islam dan pembahasan berbagai rancangan undang-undang
c. Mahasiswa dan audiens lain mengetahui dampak positif dan dampak negatif dari nikah siri
d. Mahasiswa dan audiens lain dapat mengeluarkan berbagai pendapatnya terkait nikah siri dan berdiskusi satu sama lain
e. Memenuhi salah satu syarat atau tugas Agama dan Etika Islam






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Nikah Siri
Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan :
Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat;

Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya.
Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

2.2 Landasan Terkait Catatan Pernikahan
Pertama, pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya.

Kedua, pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara.

Ketiga, dalam khazanah peradilan Islam, memang benar, negara berhak menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada orang yang melakukan tindakanmukhalafat. Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang Khalifah dan orang yang diangkatnya) mempunyai hak untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan rakyat yang belum ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan lalu lintas, pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya.

Keempat, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus semacam ini negara tidak boleh mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada pelakunya.
Kelima, pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy.Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah).

2.3  Nikah Siri Menurut Hukum Negara
RUU Nikah Siri atau Rancangan Undang-Undang Hukum Materil oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang akan memidanakan pernikahan tanpa dokumen resmi atau yang biasa disebut sebagai nikah siri, kini tengah memicu kontroversi ditengah-tengah masyarakat.
Pasal 143 Rancangan Undang-Undang
Pasal 143 RUU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak.

Pasal 144 Rancangan Undang-Undang
Pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum. RUU itu juga mengatur soal perkawinan campur (antardua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarga negaraan asing harus membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp500 juta.

2.4 Nikah Siri Menurut Islam
Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali.Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda;

لا نكاح إلا بولي

“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].

Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:

أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل

“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].

Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها

”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)

Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.

Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan Sipil
Adapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua hukum yang harus dikaji secara berbeda yakni:
(1) hukum pernikahannya; dan
(2) hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara

Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.

Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau makruh.

Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut;
  • Meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya;
  • Mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain sebagainya;
  • Melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas, perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara.
Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut;
(1) wali,
(2) dua orang saksi, dan
(3) ijab qabul.
Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.

2.5 Hal-Hal Positif yang Didapat dari Penyiaran Pernikahan
  • Untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat;
  • Memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai;
  • Memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum.
Hal semacam ini tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan, atau dirahasiakan (siri). Selain akan menyebabkan munculnya fitnah; misalnya jika perempuan yang dinikahi siri hamil, maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat terhadap perempuan tersebut; pernikahan siri juga akan menyulitkan pelakunya ketika dimintai persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia tidak memiliki dokumen resmi, maka dalam semua kasus yang membutuhkan persaksian, ia harus menghadirkan saksi-saksi pernikahan sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara menjadi relevan, demi mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk mencegah adanya fitnah.

2.6 Bahaya Terselubung Surat Nikah
Walaupun pencatatan pernikahan bisa memberikan implikasi-implikasi positif bagi masyarakat, hanya saja keberadaan surat nikah acapkali juga membuka ruang bagi munculnya praktek-praktek menyimpang di tengah masyarakat. Lebih-lebih lagi, pengetahuan masyarakat tentang aturan-aturan Islam dalam hal pernikahan, talak, dan hukum-hukum ijtimaa’iy sangatlah rendah, bahwa mayoritas tidak mengetahui sama sekali.Diantara praktek-praktek menyimpang dengan mengatasnamakan surat nikah adalah:
Pertama, ada seorang suami mentalak isterinya sebanyak tiga kali, namun tidak melaporkan kasus perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga keduanya masih memegang surat nikah. Ketika terjadi sengketa waris atau anak, atau sengketa-sengketa lain, salah satu pihak mengklaim masih memiliki ikatan pernikahan yang sah, dengan menyodorkan bukti surat nikah. Padahal, keduanya secara syar’iy benar-benar sudah tidak lagi menjadi suami isteri.

Kedua, surat nikah kadang-kadang dijadikan alat untuk melegalkan perzinaan atau hubungan tidak syar’iy antara suami isteri yang sudah bercerai. Kasus ini terjadi ketika suami isteri telah bercerai, namun tidak melaporkan perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga masih memegang surat nikah. Ketika suami isteri itu merajut kembali hubungan suami isteri –padahal mereka sudah bercerai–, maka mereka akan terus merasa aman dengan perbuatan keji mereka dengan berlindung kepada surat nikah. Sewaktu-waktu jika ia tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan keji, keduanya bisa berdalih bahwa mereka masih memiliki hubungan suami isteri dengan menunjukkan surat nikah.

Oleh karena itu, penguasa tidak cukup menghimbau masyarakat untuk mencatatkan pernikahannya pada lembaga pencatatan sipil negara, akan tetapi juga berkewajiban mendidik masyarakat dengan hukum syariat –agar masyarakat semakin memahami hukum syariat–, dan mengawasi dengan ketat penggunaan dan peredaran surat nikah di tengah-tengah masyarakat, agar surat nikah tidak justru disalahgunakan.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Bahwa penyiaran pernikahan dan adanya surat nikah lebih banyak menimbulkan hal positif daripada hal negatif
b. Penguasa (dalam hal ini pemerintah) harus  mengawasi dengan ketat penggunaan dan peredaran surat nikah di tengah-tengah masyarakat, agar surat nikah tidak justru disalahgunakan
c. Pelaku nikah siri hendaknya tidak dipidanakan karena nikah siri dapat terjadi oleh berbagai faktor dan secara syariat pernikahan tersebut sah apabila terdapat
(1) wali,
(2) dua orang saksi, dan
(3) ijab qabul.

3.2 Saran
Sebaiknya pembahasan mengenai nikah siri tidak hanya dilakukan oleh kalangan tertentu saja namun akan lebih baik apabila disosialisasikan pada masyarakat baik-buruknya dan berbagai pro-kontra yang terjadi agar masyarakat dapat terbantu dalam mengambil keputusan dan mengurangi terjadinya pernikahan siri. Apabila sosialisasi agak sulit dapat dilakukan dengan terjunnya berbagai pakar yang memahami detail hukum dan seluk-beluk nikah siri ini untuk berdiskusi langsung dengan masyarakat.





DAFTAR PUSTAKA

Artikel “Rancangan Undang-Undang Materil oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan”
Google.com keyword : definisi nikah siri

Buku Agama Islam Sekolah Menengah Atas kelas XII

Levina Lailani Suprapto, Huliska Bilqis, Asri Cipta Indah Oktaviana, Vika Febiani. 2010. Nikah Siri. Institut Teknologi Bandung

Istavita Utama. 2018. Makalah Nikah Siri Dalam Hukum Pandangan Islam. http://underpapers.blogspot.com. Diakses pada: Selasa, 24 Juli 2018

https://klikinfonet.blogspot.com/2015/03/kumpulan-contoh-makalah-lengkap.html

Levina Lailani Suprapto, Huliska Bilqis, Asri Cipta Indah Oktaviana, Vika Febiani. 2010. Makalah  Nikah Siri. Fakultas teknik sipil dan lingkungan Institut teknologi bandung


Download Makalah Nikah Siri Menurut Hukum Negara dan Islam

>>DOWNLOAD<<

 Cara Download File

> DOWNLOAD APLIKASI MAKALAH SHARPA <