Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tugas Makalah Korupsi - Download Makalah Ekonomi Gratis File Docx

BAB I
PENDAHUUAN

1.1. Latar Belakang
Korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruptio yang di ambil dan diartikan dari kata kerja corrumpereyang bermakna menyogok, memutarbalik, menggoyahkan, rusak , busuk yang merupakan suatu tindakan pejabat publik, baik politisimaupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Namun korupsi bisa diartikan tindakan yang merugikan bagi kebanyakan orang atau perorangan yang hak maupun pendapatannya di ambil secara diam-diam ataupun direncanakan dengan secara sistematis maupun tanpa disadari sehingga mampu berpotensi merugikan pihak lain maupun orang lain.

***
DOWNLOAD MAKALAH KORUPSI
***

Tentu saja tindakan korupsi ini memiliki jeratan hukum ataupun sanksi yang bermacam-macam apabila dilakukan baik dalam perusahaan maupun dalam suatu lembaga kenegaraan, tergantung pada berat ringannya yang dikorupsi. Namun kita ketahui dizaman sekarang banyak penggunaan kata korupsi ini hanya ada di dalam lembaga pemerintahan saja. Namun saya ketahui bahwa korupsi itu bukan hanya terjadi dalam suatu lembaga pemerintahan saja melainkan hingga dalam kehidupan bermasyarakt hingga ke dalam ruang lingkup sekolah

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Korupsi Secara Umum?
2. Apa Dampak Negatifdari Korupsi?
3. Apa hukuman bagi tindak pidana korupsi?

1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian Korupsi Secara Umum?
2. Untuk mengetahui Dampak Negatifdari Korupsi?
3. Untuk mengetahui hukuman bagi tindak pidana korupsi?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi Secara Umum
A. Definisi Korupsi
Secara umum, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah, pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

B. Ciri Ciri Korupsi
Menurut Syed Hussein Alatas ciri-ciri korupsi, sebagai berikut :
1. Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.
2. Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang melatarbelakangi perbuan korupsi tersebut.
3. Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
4. Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.
5. Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
6. Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau pada masyarakat umum.
7. Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan tersebut.
8. Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.

C. Jenis-jenis Korupsi
Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.

Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang. 
2. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu. 
3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu. 
4. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional. 
5. Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya. 
6. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara. 
7. Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.

Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):

1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa. 
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. 
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. 
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi. 

Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.

Adapun Kondisi yang mendukung munculnya korupsi adalah:
1. Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
2. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
3. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
5. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
6. Lemahnya ketertiban hukum.
7. Lemahnya profesi hukum.
8. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
9. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi.

Namun kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu.

Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak di antaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)

2.2 Dampak Negatif dari Korupsi

1.   Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2.   Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank diSwiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri.  (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi pada masa depan.

Selain itu, dampak korupsi merambah kebagian perekonomian dibagian harga barang dan jasa diberbagai negara dunia ketiga. kerap terjadi pada pengusaha pabrik atau agen besar menyuap pemerintah untuk meningkatkan keuntungan mereka dengan berusaha mempermainkan harga barang dan jasa menurut teori ekonomi yang khususnya pada sembako yang sekarang ini pun bisa jadi merupakan dampak dari korupsi di Indonesia.

Selain naik atau turunnya harga barang dan jasa, dampak korupsi juga mengakibatkan jatuhnya mutu barang dan jasa. Para perusahaan menyediakan barang dan jasa dengan tidak memperhatikan mutu dan penampilan karena telah menyuap para elit atau pejabat ataupun karena pejabat telah memeras mereka untuk seperti itu. Hal ini sering mengakibatkan dampak korupsi yang lebih besar lagi yaitu kekacauan dalam suatu kelompok bahkan negara yang sekarang ini tanpa kita rasa  terjadi di Indonesia

3.   Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintahsering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
Dampak korupsi terhadap negara negara maju, baik sosialis maupun kapitalis, tidak membawa bencana yang terlalu besar apabila dibandingkan dengan dampak korupsi yang ditimbulkan terhadap negara negara terbelakang, baik sosialis maupun negara non sosialis. Dampak korupsi yang lebih sedikit terhadap negara maju mungkin terjadi disebabkan oleh kualitas masyarakat yang telah maju yang lebih tahu teknologi dan efisiensi sehingga mampu mengimbangi (tetap stabil) akibat dampak buruk organisasi diperusahaan swasta.

Pada masyarakat terbelakang seperti di Negara Indonesia, korupsi memiliki dampak yang sangat keras dikarenakan sistem yang dibangun memang tidak efisien. Korupsi memberikan dampak ketergantungan pada berbagai manifestasi, memantapkan cengkeraman vested interest di dalam negeri suatu negara. Satu contoh, pemilikan dan penguasaan sumber daya alam kita. Sangat banyak terjadi, baik perseorangan maupun perusahaan swasta, diizinkan untuk mengeskploitasi tambang dan hutan semaunya saja. Hal ini merupakan dampak korupsi yang terjadi pada elit politik dan administrasi lokal dalam bentuk suap.

Dampak korupsi yang lain adalah merupakan penghalang industrialisasi yang nyata, yaitu yang memberikan keuntungan untuk rakyat dari segenap lapisan. Pejabat pemerintah lokal pedagangan dan perusahaan di masa kolonial, menjual bahan mentah dan mengimpor barang dari barat dewasa inipun masih tetap memainkan peranan lama mereka dalam bentuk baru berkat adanya ikatan keuangan yang mereka jalin bersama elit yang memerintah.

2.3 Hukuman Pidana Bagi Pelaku Korupsi

Pengaturan   tindak pidana korupsi di Indonesia diatur diluar  ketentuan yang ada didalam KUHP. Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan dikategorikan  khusus. (lex specialis ). Pengaturan tindak pidana korupsi diatur dalam UU No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam perkara tindak pidana korupsi, mekanisme pembuktian kesalahanya berbeda dengan tindak pidana umum yang diatur dalam  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam tindak pidana umum, pembuktian dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Pada  tindak pidana korupsi, Pembuktian dilakukan sendiri oleh terdakwa korupsi tersebut.

Mengacu pada UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (UU Tipikor) yang memuat delik mengenai adanya sistem pembuktian (Reversing The Burden Of Proof) terbalik yaitu, sistem dimana beban pembuktian berada pada terdakwa dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan. Sistem pembuktian ini bersifat terbatas atau berimbang.

Yaitu para terdakwa harus mampu membuktikan sendiri bahwa perbuatannya ataupun hartanya bukan bagian maupun hasil dari tindak pidana korupsi ( Pasal 37 ayat 1 UU Tipikor ) dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaanya ( Pasal 37A ayat 3 UU Tipikor ).

Didalam UU No. 20 Tahun 2001 juncto UU No. 31 Tahun 1999, perbuatan korupsi diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama duapuluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200 juta dan paling banyak Rp. 1 milyar. Mengenai penerapan pidana mati terhadap terdakwa korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu.

Didalam penjatuhan pemidanaan oleh hakim ada beberapa teori yang digunakan atas dasar pembenaran dari pemidanaan dalam keputusan hukum pidana Yaitu:
1. Teori retributif atau teori pembalasan. Teori ini menitik beratkan penjatuhan pidana haruslah sesuai dan setimpal dengan perbuatan tindak pidana yang dilakukan dengan tujuan memberikan penderitaan yang setimpal.

2. Teori utilitarian atau teori tujuan. Teori ini memiliki pandangan  bahwa penjatuhan pidana tidak hanya melihat sebagai pembalasan melainkan harus melihat ke masa yang akan datang. Oleh karena itu, penjatuhan pidana menurut teori ini bukanlah ‘’ quia peccatum est ’’ ( karna orang membuat kejahatan ) melainkan ‘’ ne peccatur ‘’( supaya orang jangan melakukan kejahatan ).

3. Teori integratif atau teori gabungan. Teori ini meninjau dari segala perspektif yakni tujuan utama dari pemidanaan pengenaan penderitaan yang setimpal dan pencegahan kejahatan. Teori ini menggunakan terminologi ‘’Retributivisme Teleologis’’. Karana pada dasarnya pemidanaan itu bersifat plural menghubungkan prinsip teologis.

Bertolak dari pemikiran bahwa pidana pada hakikatnya hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka konsep Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) baru pertama-tama merumuskan tentang tujuan pemidanaan  berupa pencegahan,pembinaan penyelesaian konflik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana serta mencegah Recidivis  dengan tidak menderitakan pidana sebagai upaya merendahkan martabat manusia melainkan memperbaiki atau rehabilitasi (Pasal 50 RKUHP).

Dalam RKUHP ada 15 pasal yang berhubungan dengan korupsi. Secara terpisah pasal – pasal korupsi dalam RKUHP ini lebih menekankan pada subtansinya sedangkan cara proses dan penegakkannya itu ada didalam  penjelasan UU KPK secara tersendiri sebagai lex specialis. Selama ini pengaturan menganai Tindak pidana korupsi (UU No. 2O Tahun 2001) dan KPK (UU No. 30 Tahun 2002) itu tersendiri terpisah satu sama lain dan bukan dalam satu buku UU.

Pilihan memasukan pidana korupsi ke dalam RKUHP tidaklah berarti bahwa  kedepan tidak akan ada lagi ketentuan khusus(lex specialis). Bagi suatu negara kesejahteraan  (welfare state) seperti Indonesia  adanya ketentuan pidana khusus merupakan suatu keniscayaan. campur tangan negara dalam sendi- sendi kehidupan guna mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat yang sebesar-besarnya  mengharuskan negara membuat berbagai macam peraturan. Penegasan adanya hukum pidana khusus di luar kodifikasi juga di tegaskan dalam Pasal 211 RKUHP.

Penjatuhan pidana bagi perkara korupsi yang diakomodir dalam RKUHP dalam BAB XXXI menganai tindak pidana jabatan (Pasal 661 – Pasal 687 ) dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling banyak kategori V( Pasal 80 ayat 3 huruf e ,dengan denda sebesar Rp. 1.200.000.000,00)

Sedangkan pada BAB XXXII mengenai tindak pidana korupsi ( Pasal 668 – Pasal 701 ) cukup bervariatif mulai dari pidana penjara paling singkat satu tahun, lima tahun, tujuh tahun, sembilan tahun,  dan paling lam 15 tahun serta pemberatan pidana satu per tiga masa tahanan apabila merugikan keuangan dan perekonomian negara ( Pasal 702 ). Dan denda paling sedikit kategori I (Pasal 80 ayat 3 huruf a dengan denda sebesar Rp.6.000.000 ) paling banyak kategori VI (Pasal 80 ayat 3 huruf f dengan  denda sebesar Rp. 12.000.000.00)

Meskipun kalau kita lihat, pemidanaannya ( penjatuhan pidana) dimana hukuman yang diberikan tidak berat dan tidak setimpal dengan perbuataan para pelaku korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Namun didalam penjatuhan pidana seorang hakim mempunyai tindakan dan kebijaksanaan dalam memutuskan perkara tentunya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan bagian – bagian yang berkaitan dengan perkara.

“Geef me goede rechter, goede Rechter Commissarissen, goede officieren van justitie en goede Politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken (Bukan rumusan undang-undangnya yang menjamin kebaikan pelaksanaan hukum acara pidana, tetapi hukum acara pidana yang jelek sekalipun dapat menjadi baik jika pelaksanaannya ditangani oleh aparat penegak hukum yang baik)- Taverne

Perlu disadari bahwa penegakan hukum pidana dibagi atas tiga tahapan. Yaitu tahap formulasi, tahap implementasi dan tahap eksekusi. Tahap formulasi merupakan tahap yang penting dalam mengklasifikasikan suatu perbuatan tindak pidana.  Cara tindak pidana tersebut dirumuskan akan menentukan tahap implementasi dan tahap eksekusi. Tidaklah mungkin bagi penegak hukum untuk menegakkan sanksi yang berat atau bentuk sanksi pidana tertentu, jika rumusan tindak pidana tidak mengaturnya. Tidaklah mungkin penegak hukum melakukan penegakkan hukum dengan cara – cara luar biasa bila hukum positif tidak menyediakannya.




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi terjadi dikarenakan oleh adanya pemusatan kekuasaan, birokrasi yang tidak sehat, orientasi masyarakat untuk mengonsumsi, gaji yang rendah, pengeluaran pemerintah yang luar biasa besaranya, persaingan dalam pemilihan, dan tidak adanya hukum yang efektif. 
Korupsi memberikan Banyak dampak negatif bagi Ekonomi negara karena mengakibatkan mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi.

3.2 Saran
Cara terbaik dalam mengatasi korupsi ataupun menciptakan iklim anti korupsi dalam pemerintahan dan masyarakat adalah dengan menegakkan negara khilafah atau yang sesuai dengan syariah Islam. Selain itu dalam langkah pemerintah yang taktis adalah desentralisasi. cara mengatasi korupsi dengan pembagian kekuasaan atau penyebaran kekuasaan. Bila kondisi yang benar dan ideal terjadi, korupsi akan semakin sempit terjadi dan pengawasan lebih mudah dan penanganan kasus korupsi pun lebih mudah. Selain itu budaya kebebasan pers ataupun jurnalistik dan mengajukan pendapat yang bertanggung jawab harus dilindungi kebebasannya. 



DAFTAR PUSTAKA

Pengertian Plus. 2016. Pengertian Korupsi Secara Umum. http://pengertianplus.blogspot.com/. Diakses pada 09 Mei 2017

Agung Hermansyah.2015. Hukuman Korupsi Didalam RKUHP. http://www.hukumpedia.com/ Diakses pada 09 Mei 2017

Istavita Utama. 2017. Makalah Korupsi. http://underpapers.blogspot.com.  Diakses pada 09 Mei 2017

Royen.2016. Apa Itu Korupsi?. http://www.eventzero.org/apa-itu-korupsi/.  Diakses pada 09 Mei 2017